Pengertian Konsumen
Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang
tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang
lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan
Konsumsi, dari bahasa Belanda consumptie, ialah suatu kegiatan
yang bertujuan mengurangi atau menghabiskan daya guna suatu benda, baik berupa
barang maupun jasa, untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan secara langsung.
Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam
masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun
makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Jika tujuan pembelian produk
tersebut untuk dijual kembali (Jawa: kulakan), maka dia disebut pengecer atau
distributor. Pada masa sekarang ini bukan suatu rahasia lagi bahwa sebenarnya
konsumen adalah raja sebenarnya, oleh karena itu produsen yang memiliki prinsip
holistic marketing sudah seharusnya memperhatikan semua yang menjadi hak-hak
konsumen
Asas dan Tujuan Perlindungan
Konsumen
Upaya perlindungan
konsumen di tanah air didasarkan pada sejumlah asas dan tujuan yang telah
diyakini bias memberikan arahan dalam implementasinya di tingkatan praktis.
Dengan adanya asas dan tujuan yang jelas, hukum perlindungan konsumen memiliki
dasar pijakan yang benar-benar kuat.
Asas perlindungan
konsumen .
Berdasarkan UU
Perlindungan Konsumen pasal 2, ada lima asas perlindungan konsumen.
•Asas manfaat
Maksud asas ini adalah
untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan
konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingankonsumen dan
pelau usaha secara keseluruhan.
•Asas keadilan
Asas ini dimaksudkan
agar partisipasi seluruh rakyat bias diwujudkan secara maksimal dan memberikan
kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknyadan
melaksanakan kewajibannya secara adil.
•Asas keseimbangan
Asas ini dimaksudkan
untuk memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan
pemerintah dalam arti material maupun spiritual. d.Asas keamanan dan
keselamatan konsumen.
•Asas keamanan dan
keselamatan konsumen
Asas ini dimaksudkan
untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam
penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang/jasa yang dikonsumsi atau digunakan.
•Asas kepastian hukum
Asas ini dimaksudkan
agar baik pelaku usaha maupun konsumen menaati hokum dan memperoleh keadilan
dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta Negara menjamin kepastian
hukum.
Tujuan perlindungan
konsumen
Dalam UU Perlindungan
Konsumen Pasal 3, disebutkan bahwa tujuan perlindungan konsumen adalah sebagai
berikut.
• Meningkatkan
kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri.
• mengangkat harkat
dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian
barang dan/atau jasa.
• Meningkatkan
pemberdayaan konsumen dalam memilih, dan menuntut hak- haknya sebagai konsumen.
• Menciptakan sistem
perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan
informasi serta akses untuk mendapatkan informasi.
• Menumbuhkan
kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga
tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha.
• Meningkatkan
kualitas barang/jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan jasa,
kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.
Hak dan Kewajiban
Konsumen
Hak Konsumen adalah :
-Hak atas kenyamanan,
keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa
-Hak untuk memilih
barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai
dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan
-Hak atas informasi
yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa
-Hak untuk didengar
pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan
-Hak untuk mendapatkan
advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen
secara patut
-Hak untuk mendapat
pembinaan dan pendidikan konsumen
-Hak untuk
diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif
-Hak untuk mendapatkan
kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang/atau jasa yang
diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya
-Hak-hak yang diatur
dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya’
Kewajiban konsumen
adalah :
-membaca atau
mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang
dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan
-beritikad baik dalam
melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa
-membayar dengan nilai
tukar yang disepakati
-mengikuti upaya
penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut
Hak dan Kewajiban
Pelaku Usaha
Hak pelaku usaha
adalah :
-hak untuk menerima
pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar
barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
-hak untuk mendapatkan
perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikat tidak baik;
-hak untuk melakukan
pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaiakan hukum sengketa konsumen;
-hak untuk
rehabilitasi nama baik apbila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen
tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
-hak-hak yang diatur
dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Kewajiban pelaku
usaha adalah :
-beritikad baik dalam
melakukan kegiatan usahanya;
-memberikan informasi
yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa
serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan;
-memperlakukan atau
melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
-menjamin mutu barang
dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan
standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;
-memberi kesempatan
kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu
serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang
diperdagangkan;
-memberi kompensasi,
ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan,
pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
-memberi kompensasi,
ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau
dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
Perbuatan Yang
Dilarang Bagi Pelaku Usaha
Ketentuan mengenai
perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha diatur dalam Pasal 8 – 17 UU PK.
Ketentuan-etentuan ini kemudian dapat dibagi kedalam 3 kelompok, yakni:
-larangan bagi pelaku
usaha dalam kegiatan produksi (Pasal 8 )
-larangan bagi pelaku
usaha dalam kegiatan pemasaran (Pasal 9 – 16)
-larangan bagi pelaku
usaha periklanan (Pasal 17)
Mari kita bahas satu
per satu. Yang pertama ialah larangan bagi pelaku usaha dalam kegiatan
produksi. Ada 10 larangan bagi pelaku usaha sesuai dengan ketentuan
Pasal 8 ayat (1) UU PK, yakni pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau
memperdagangkan barang dan/atau jasa yang:
-tidak memenuhi atau
tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan
perundang-undangan;
-tidak sesuai dengan berat
bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah dalam hitungan sebagaimana yang
dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut;
-tidak sesuai dengan
ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang
sebenarnya;
-tidak sesuai dengan
kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam
label, etiket atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut;
-tidak sesuai dengan
mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya, mode, atau penggunaan
tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan barang dan/atau
jasa tersebut;
-tidak sesuai dengan
janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi
penjualan barang dan/atau jasa tersebut;
-tidak mencantumkan
tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu penggunaan/pemanfaatan yang paling baik
atas barang tertentu;
-tidak mengikuti
ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan “halal” yang
dicantumkan dalam label;
-tidak memasang label
atau membuat penjelasan barang yang memuat nama barang, ukuran, berat/isi
bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat
sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan lain untuk penggunaan
yang menurut ketentuan harus di pasang/dibuat;
-tidak mencantumkan
informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa Indonesia sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Tiap bidang usaha
diatur oleh ketentuan tersendiri. Misalnya kegiatan usaha di bidang makanan dan
minuman tunduk pada UU No. 7 Tahun 1996 tentang Pangan. Tak jarang pula, tiap
daerah memiliki pengaturan yang lebih spesifik yang diatur melalui Peraturan
Daerah. Selain tunduk pada ketentuan yang berlaku, pelaku usaha juga wajib
memiliki itikad baik dalam berusaha. Segala janji-janji yang disampaikan kepada
konsumen, baik melalui label, etiket maupun iklan harus dipenuhi.
Selain itu, ayat (2)
dan (3) juga memberikan larangan sebagai berikut:
(2) Pelaku usaha
dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas, dan tercemar
tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang dimaksud.
(3) Pelaku usaha
dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang rusak, cacat atau
bekas dan tercemar, dengan atau tanpa memberikan informasi secara lengkap dan
benar.
UU PK tidak
memberikan keterangan yang jelas mengenai apa itu rusak, cacat, bekas dan
tercemar. Bila kita membuka Kamus Besar Bahasa Indonesia, istilah-istilah
tersebut diartikan sebagai berikut:
Rusak: sudah tidak
sempurna (baik, utuh) lagi.
Cacat: kekurangan yang
menyebabkan nilai atau mutunya kurang baik atau kurang sempurna.
Bekas: sudah pernah
dipakai.
Tercemar: menjadi
cemar (rusak, tidak baik lagi)
Ternyata cukup sulit
untuk membedakan rusak, cacat dan tercemar. Menurut saya rusak berarti benda
tersebut sudah tidak dapat digunakan lagi. Cacat berarti benda tersebut masih
dapat digunakan, namun fungsinya sudah berkurang. Sedangkan tercemar berarti
pada awalnya benda tersebut baik dan utuh. Namun ada sesuatu diluar benda tersebut
yang bersatu dengan benda itu sehingga fungsinya berkurang atau tidak berfungsi
lagi.
Tanggung Jawab Pelaku
Usaha
Hukum tentang tanggung
jawab produk ini termasuk dalam perbuatan melanggar hukum tetapi diimbuhi
dengan tanggung jawab mutlak (strict liability), tanpa melihat apakah ada unsur
kesalahan pada pihak pelaku. Dalam kondisi demikian terlihat bahwa adagium caveat
emptor (konsumen bertanggung jawab telah ditinggalkan) dan kini berlaku caveat
venditor (pelaku usaha bertanggung jawab).
Istilah Product
Liability (Tanggung Jawab Produk) baru dikenal sekitar 60 tahun yang lalu dalam
dunia perasuransian di Amerika Serikat, sehubungan dengan dimulainya produksi
bahan makanan secara besar-besaran. Baik kalangan produsen (Producer and
manufacture) maupun penjual (seller, distributor) mengasuransikan
barang-barangnya terhadap kemungkinan adanya resiko akibat produk-produk yang
cacat atau menimbulkan kerugian tehadap konsumen.
Produk secara umum
diartikan sebagai barang yang secara nyata dapat dilihat, dipegang (tangible
goods), baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak. Namun dalam kaitan
dengan masalah tanggung jawab produser (Product Liability) produk bukan hanya
berupa tangible goods tapi juga termasuk yang bersifat intangible seperti
listrik, produk alami (mis. Makanan binatang piaraan dengan jenis binatang
lain), tulisan (mis. Peta penerbangan yang diproduksi secara masal), atau
perlengkapan tetap pada rumah real estate (mis. Rumah). Selanjutnya, termasuk
dalam pengertian produk tersebut tidak semata-mata suatu produk yang sudah jadi
secara keseluruhan, tapi juga termasuk komponen suku cadang.
Tanggung jawab produk
(product liability), menurut Hursh bahwa product liability is the liability of
manufacturer, processor or non-manufacturing seller for injury to the person or
property of a buyer third party, caused by product which has been sold. Perkins
Coie juga menyatakan Product Liability: The liability of the manufacturer or
others in the chain of distribution of a product to a person injured by the use
of product
Dengan demikian, yang
dimaksud dengan product liability adalah suatu tanggung jawab secara hukum dari
orang atau badan yang menghasilkan suatu produk (producer, manufacture) atau
dari orang atau badan yang bergerak dalam suatu proses untuk menghasilkan suatu
produk (processor, assembler) atau orang atau badan yang menjual atau mendistribusikan
produk tersebut.
Bahkan dilihat dari
konvensi tentang product liability di atas, berlakunya konvensi tersebut
diperluas terhadap orang/badan yang terlibat dalam rangkaian komersial tentang
persiapan atau penyebaran dari produk, termasuk para pengusaha, bengkel dan
pergudangan. Demikian juga dengan para agen dan pekerja dari badan-badan usaha
di atas. Tanggung jawab tersebut sehubungan dengan produk yang cacat sehingga
menyebabkan atau turut menyebabkan kerugian bagi pihak lain (konsumen), baik kerugian
badaniah, kematian maupun harta benda.
Sanksi
Pelaku Usaha
Sanksi Bagi Pelaku
Usaha Menurut Undang-undang No. 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan
Konsumen
Sanksi Perdata :
•Ganti rugi dalam
bentuk :
-Pengembalian uang
atau
-Penggantian barang
atau
-Perawatan kesehatan,
dan/atau
-Pemberian santunan
•Ganti rugi diberikan
dalam tenggang waktu 7 hari setelah tanggal transaksi
Sanksi Administrasi :
maksimal Rp.
200.000.000 (dua ratus juta rupiah), melalui BPSK jika melanggar Pasal 19 ayat
(2) dan (3), 20, 25
Sanksi Pidana :
•Kurungan :
Penjara, 5 tahun, atau
denda Rp. 2.000.000.000 (dua milyar -rupiah) (Pasal 8, 9, 10, 13 ayat (2), 15,
17 ayat (1) huruf a, b,c, dan e dan Pasal 18
-Penjara, 2 tahun,
atau denda Rp.500.000.000 (lima ratus juta rupiah) (Pasal 11, 12, 13 ayat
(1), 14, 16 dan 17 ayat (1)huruf d dan f
•Ketentuan pidana lain
(di luar Undang-undang No. 8 Tahun. 1999 tentang Perlindungan Konsumen) jika
konsumen luka berat, sakit berat, cacat tetap atau kematian
•Hukuman tambahan ,
antara lain :
-Pengumuman keputusan
Hakim
-Pencabuttan izin
usaha;
-Dilarang
memperdagangkan barang dan jasa ;
-Wajib menarik dari
peredaran barang dan jasa;
-Hasil Pengawasan
disebarluaskan kepada masyarakat .