Pages

Sabtu, 30 Mei 2015

Pengaruh Pangan Terhadap Tannas

ketahanan Pangan
Ketahanan pangan ialah kondisi dimana setiap individu mampu secara fisik dan ekonomi untuk memenuhi kebutuhan pangan yang cukup, aman dan bergizi bagi kehidupan yang aktif dan sehat. Pemenuhan kebutuhan pangan penduduk secara merata dengan harga yang terjangkau juga tidak boleh dilupakan.
Kondisi iklim yang ekstrim di berbagai belahan dunia baru-baru ini secara langsung dan tidak langsung dapat mempengaruhi ketersediaan pangan. Kekeringan yang berkepanjangan, kebakaran hutan, banjir serta bencana alam lainnya di berbagai wilayah dunia terutama di sentra-sentra produksi pangan, sangat mempengaruhi ketersediaan gandum dan tanaman bijian-bijian lainnya yang tentu saja berdampak pada ketersediaan produk pangan tersebut untuk marketing season 2010/2011.
Menurut FAO jumlah penduduk dunia yang menderita kelaparan pada tahun 2010 mencapai 925 juta orang. Situasi ini diperparah dengan semakin berkurangnya investasi di sektor pertanian yang sudah berlangsung selama 20 tahun terakhir, sementara sektor pertanian menyumbang 70% dari lapangan kerja baik secara langsung maupun tidak langsung. Kekhawatiran akan makin menurunnya kualitas hidup masyarakat, bahaya kelaparan, kekurangan gizi dan akibat-akibat negatif lain dari permasalahan tersebut secara keseluruhan akan menghambat pencapaian goal pertama dari Millennium Development Goals (MDGs) yakni eradication of poverty and extreme hunger.
Bagi Indonesia, masalah ketahanan pangan sangatlah krusial. Pangan merupakan basic human need yang tidak ada substitusinya. Indonesia memandang kebijakan pertanian baik di tingkat nasional, regional dan global perlu ditata ulang. Persoalan ketahanan pangan dan pembangunan pertanian harus kembali menjadi fokus dari arus utama pembangunan nasional dan global. Oleh karena itu Indonesia mengambil peran aktif dalam menggalang upaya bersama mewujudkan ketahanan pangan global dan regional.
Upaya mengarusutamakan dimensi pembangunan pertanian, ketahanan pangan dan pengentasan kemiskinan Indonesia selaku koordinator G-33 secara aktif mengedepankan isu food security, rural development dan livelihood security sebagai bagian dari hak negara berkembang untuk melindungi petani kecil dari dampak negatif masuknya produk-produk pertanian murah dan bersubsidi dari negara maju, melalui mekanisme special products dan special safeguard mechanism.
Sebagai negara dengan komitmen yang tinggi untuk menjaga stabilitas ketahanan pangan global, Indonesia juga telah menandatangani Letter of Intent (LoI) dengan FAO pada bulan Maret 2009 sebagai bentuk dukungan Indonesia terhadap berbagai program peningkatan ketahanan pangan global dan pembangunan pertanian negara-negara berkembang lainnya.  terutama dalam kerangka Kerjasama Selatan-Selatan (South-South Cooperation), kerjasama teknis negara-negara berkembang (KTNB/TCDC) dan pencapaian goal dari MDGs. Penandatanganan LoI ini juga diharapkan akan semakin memperkuat peran Indonesia dalam membantu peningkatan pembangunan pertanian di negara-negara berkembang, terutama di negara-negara Asia Pasifik dan Afrika yang telah berjalan sejak tahun 1980.
Ketahanan pangan diwujudkan oleh hasil kerja sistem ekonomi pangan yang terdiri dari subsistem ketersediaan meliput produksi , pasca panen dan pengolahan, subsistem distribusi dan subsistem konsumsi yang saling berinteraksi secara berkesinambungan. Ketiga subsistem tersebut merupakan satu kesatuan yang didukung oleh adanya berbagai input sumberdaya alam, kelembagaan, budaya, dan teknologi. Proses ini akan hanya akan berjalan dengan efisien  oleh adanya partisipasi masyarakat dan fasilitasi pemerintah.
Partisipasi masyarakat ( petani, nelayan dll) dimulai dari proses produksi, pengolahan, distribusi dan pemasaran serta jasa pelayanan di bidang pangan. Fasilitasi pemerintah diimplementasikan dalam bentuk kebijakan ekonomi makro dan mikro di bidang perdagangan, pelayanan dan pengaturan serta intervensi untuk mendorong terciptanya kemandirian pangan. Output dari pengembangan kemandirian pangan adalah terpenuhinya pangan, SDM berkualitas, ketahanan pangan, ketahanan ekonomi dan ketahanan nasional.
Subsistem ketersediaan pangan mencakup aspek produksi, cadangan serta keseimbangan antara impor dan ekspor pangan. Subsistem ini berfungsi menjamin pasokan pangan untuk memenuhi kebutuhan penduduk, baik dari sisi jumlah, kualitas, keragaman maupun keamanannya. Acuan kualitatif untuk ketersediaan pangan adalah Angka Kecukupan Gizi (AKG) rekomendasi Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII Tahun 2004, yaitu energi sebesar 2200 kkal/kapita/hari dan protein 57 gram/kapita/hari. Acuan untuk menilai tingkat keragaman ketersediaan pangan adalah Pola Pangan Harpan dengan skor 100 sebagai PPH ideal. Dalam aspek ketersediaan pangan, masalah pokok adalah semakin terbatas dan menurunnya kapasitas produksi dan daya saing pangan nasional. Hal ini disebabkan oleh faktor faktor teknis dan sosial – ekonomi;
  1. 1.    Teknis
    1. Berkurangnya areal lahan pertanian karena derasnya alih lahan pertanian ke non pertanian seperti industri dan perumahan (laju 1%/tahun).
    2. Produktifitas pertanian yang relatif rendah dan tidak meningkat.
    3. Teknologi produksi yang belum efektif dan efisien.
    4. Infrastruktur pertanian (irigasi) yang tidak bertambah selama krisis dan kemampuannya semakin menurun.
    5. Masih tingginya proporsi kehilangan hasil pada penanganan pasca panen (10-15%).
    6. Kegagalan produksi karena faktor iklim seperti El-Nino yang berdampak pada musim kering yang panjang di wilayah Indonesia dan banjir .
  2. 2.    Sosial-Ekonomi
    1. Penyediaan sarana produksi yang belum sepenuhnya terjamin oleh pemerintah.
    2. Sulitnya mencapai tingkat efisiensi yang tinggi dalam produksi pangan karena besarnya jumlah petani (21 juta rumah tangga petani) dengan lahan produksi yang semakin sempit dan terfragmentasi (laju 0,5%/tahun).
    3. Tidak adanya jaminan dan pengaturan harga produk pangan yang wajar dari pemerintah kecuali beras.
    4. Tata niaga produk pangan yang belum pro petani termasuk kebijakan tarif impor yang melindungi kepentingan petani.
    5. Terbatasnya devisa untuk impor pangan sebagai alternatif terakhir bagi penyediaan pangan.
Subsistem distribusi pangan yang efektif dan efisien sebagai prasyarat untuk menjamin agar seluruh rumahtangga dapat memperoleh pangan dalam jumlah dan kualitas yang baik sepanjang waktu. Subsistem ini mencakup aspek aksesibilitas secara fisik, ekonomi maupun sosial atas pangan secara merata sepanjang waktu. Akses pangan didefinisikan sebagai kemampuan rumahtangga untuk secara periodik memenuhi sejumlah pangan yang cukup, melalui berbagai sumber atau kombinasi cadangan pangan yang dimiliki, hasil produksi pangan, pembelian/barter, pemberian, pinjaman dan bantuan pangan. Akses pangan secara fisik ditunjukkan oleh kemampuan memproduksi pangan, infrastruktur dasar maupun kondisi sumberdaya alam dan lingkungan. Dengan demikian akses fisik lebih bersifat kewilayahan dan dipengaruhi oleh ciri dan pengelolaan ekosistem. Akses pangan secara ekonomi menyangkut keterjangkauan masyarakat terhadap pangan yang ditunjukkan oleh harga, sumber mata pencaharian dan pendapatan. Sumber mata pencaharian meliputi kemampuan, asset dan aktivitas yang dapat menjadi sumber pendapatan. Seringkali, sumber mata pencaharian sangat dipengaruhi oleh kondisi maupun pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan. Akses pangan secara sosial antara lain dicerminkan oleh tingkat pendidikan, bantuan sosial, kebiasaan makan, konflik sosial/keamanan. Dalam subsistem distribusi, hambatan yang terjadi antara lain :
  1. 1.       Teknis
    1. Belum memadainya infrastruktur, prasarana distribusi darat dan antar pulau yang dapat menjangkau seluruh wilayah konsumen.
    2. Belum merata dan memadainya infrastruktur pengumpulan, penyimpanan dan distribusi pangan , kecuali beras.
    3. Sistem distribusi pangan yang belum efisien.
    4. Bervariasinya kemampuan produksi pangan antar wilayah dan antar musim menuntut kecermatan dalam mengelola sistem distribusi pangan agar pangan tersedia sepanjang waktu diseluruh wilayah konsumen.
2.      Sosial-ekonomi
a.    Belum berperannya kelembagaan pemasaran hasil pangan secara baik dalam menyangga kestabilan distribusi dan harga pangan.
b.    Masalah keamanan jalur distribusi dan pungutan resmi pemerintah pusat dan daerah serta berbagai pungutan lainnya sepanjang jalur distribusi dan pemasaran telah menghasilkan biaya distribusi yang mahal dan meningkatkan harga produk pangan.
Subsistem konsumsi pangan berfungsi mengarahkan agar pola pemanfaatan pangan memenuhi kaidah mutu, keragaman dan keseimbangan gizi, keamanan dan halal, serta efisiensi untuk mencegah pemborosan. Subsistem ini menyangkut upaya peningkatan pengetahuan dan kemampuan masyarakat agar mempunyai pemahaman atas pangan, gizi dan kesehatan yang baik sehingga dapat mengatur menu beragam, bergizi, seimbang secara optimal, pemeliharaan sanitasi dan hygiene serta pencegahan penyakit infeksi dalam lingkungan rumahtangga. Hal ini bertujuan untuk mengoptimalkan pemanfaatan pangan oleh tubuh. Kondisi konsumsi pangan rumahtangga dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain ekonomi, sosial dan budaya setempat.
1.      Teknis
a.       Belum berkembangnya teknologi dan industri  pangan berbasis sumber daya  pangan local.
b.      Belum berkembangnya produk pangan alternatif berbasis sumber daya pangan lokal.
2.       Sosial-ekonomi
a.       Tingginya konsumsi beras per kapita per tahun (tertinggi di dunia > 100 kg, Thailand 60 kg, Jepang 50 kg).
b.      Kendala budaya dan kebiasaan makan pada sebagian daerah dan etnis sehingga tidak mendukung terciptanya pola konsumsi pangan dan gizi seimbang serta pemerataan konsumsi pangan yang bergizi bagi anggota rumah tangg
c.       Rendahnya kesadaran masyarakat, konsumen maupun produsen atas perlunya pangan yang sehat dan aman.
d.      Ketidakmampuan bagi penduduk miskin untuk mencukupi pangan dalam jumlah yang memadai sehingga aspek gizi dan keamanan pangan belum menjadi perhatian utama.
2.3  Pengaruh Ketahanan Pangan terhadap Gizi Kesmas
Pemenuhan kebutuhan pangan bagi setiap individu selalu mendapatkan prioritas perhatian masyarakat dunia, baik di negara maju maupun di negara berkembang. Perhatian atas pangan lebih mengemuka semenjak diadakannya Worlds Food Summit oleh FAO (Food and Agriculture Organization) pada tahun 1974, tetapi masih kurang bisa diwujudkan. Kemudian pada tahun 1996 di Roma dalam Declaration on World Food Security, FAO baru memberikan tekanan lebih besar mengenai ketahanan pangan bagi setiap orang dan untuk melanjutkan upaya menghilangkan kelaparan di seluruh dunia. Sasaran jangka menengah yang ingin dicapai adalah “menurunkan jumlah orang yang kekurangan gizi menjadi setengahnya paling lambat 2015” (Sukandar, dkk, 2001).
Ketahanan pangan merupakan konsep yang multidimensial, yaitu berkaitan antar mata rantai sistem pangan dan gizi mulai dari produksi, distribusi, konsumsi dan status gizi. Oleh karena itu, indikator ketahanan pangan rumah tangga dapat dicerminkankan melalui tingkat kerusakan tanaman, tingkat produksi, ketersediaan pangan, pengeluaran pangan, jumlah dan mutu konsumsi pangan serta status gizi (Suhardjo, 1996). Konsumsi pangan adalah salah satu subsistem ketahanan pangan yang erat kaitannnya dengan tingkat keadaan gizi (status gizi). Hal ini menyebabkan gizi merupakan faklor penting dalam menentukan tingkat kesehatan dan kesejahteraan manusia. Keadaan gizi seseorang dikatakan baik apabila terdapat keseimbangan perkembangan fisik dan mental (Departemen Pertanian Republik Indonesia, 2002).
Menurut Siswono (2002), status gizi seseorang sangat dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain tingkat pendapatan, pengetahuan gizi dan budaya setempat. Tingginya pendapatan tidak diimbangi dengan pengetahuan gizi yang cukup, akan menyebabkan seseorang menjadi konsumtif dalam pola makan sehari hari. Dapat dipastikan bahwa pemilihan suatu bahan makanan lebih didasarkan pada pertimbangan selera ketimbang gizi. Sedangkan menurut Idrus dan Kusnanto (1990), keadaan gizi adalah akibat dari keseimbangan antara konsumsi dan penyerapan zat gizi serta penggunaan zat gizi tersebut. Sedangkan status gizi adalah ekspresi dari keseimbangan dalam bentuk variabel variabel tertentu status gizi adalah keadaan kesehatan yang berhubungan dengan penggunaan makanan oleh tubuh. Status gizi merupakan keadaan seseorang sebagai refleksi dari konsumsi pangan serta penggunaannya oleh tubuh. Ketidakseimbangan antara intake dengan kebutuhan mengakibatkan terjadinya malnutrisi.

Rangkuman Ketahanan Nasional Indonesia

Pengertian ketahanan nasional adalah kondisi dinamika, yaitu suatu bangsa yang berisi keuletan dan ketangguhan yang mampu mengembangkan ketahanan, Kekuatan nasional dalam menghadapi dan mengatasi segala tantangan, hambatan dan ancaman baik yang datang dari dalam maupun dari luar. Juga secara langsung ataupun tidak langsung yang dapat membahayakan integritas, identitas serta kelangsungan hidup bangsa dan negara.
Ketahanan nasional diperlukan dalam rangka menjamin eksistensi bangsa dan negara dari segala gangguan baik yang datangnya dari dalam maupun dari dalam negeri. Untuk itu bangsa Indonesia harus tetap memiliki keuletan dan ketangguhan yang perlu dibina secara konsisten dan berkelanjutan.
1) Tujuan dan Fungsi Ketahanan Nasional
Srijanti, dkk (2009) menjelaskan tujuan, fungsi, dan sifat dari ketahanan nasional sebagai berikut:
a) Tujuan Ketahanan Nasional
Ketahanan nasional diperlukan dalam menunjang keberhasilan tugas pokok pemerintahan, seperti tegaknya hukum dan ketertiban, terwujudnya kesejahteran dan kemakmuran, terselenggaranya pertahanan dan keamanan, terwujudnya keadilan hukum dan keadilan sosial, serta terdapatnya kesempatan rakyat untuk mengaktualisasi diri.
b) Fungsi Ketahanan Nasional
Ketahanan nasional mempunyai fungsi sebagai:
(1). Daya tangkal, dalam kedudukannya sebagai konsepsi penangkalan, ketahanan nasional Indonesia ditujukan untuk menangkal segala bentuk ancaman, gangguan, hambatan, dan tantangan terhadap identitas, integritas, eksistensi bangsa, dan negara Indonesia dalam aspek: ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan.
(2). Pengarah bagi pengembangan potensi kekuatan bangsa dalam bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, dan pertahanan keamanan sehingga tercapai kesejahteraan rakyat.
(3). Pengarah dalam menyatukan pola pikir, pola tindak, dan cara kerja intersektor, antarsektor, dan multidisipliner. Cara kerja ini selanjutnya diterjemahkan dalam RJP yang dibuat oleh pemerintah yang memuat kebijakan dan strategi pembangunan dalam setiap sektor untuk mencapai tujuan nasional mewujudkan masyarakat adil dan makmur.
2) Perwujudan Ketahanan Nasional
Perwujudan Ketahanan Nasional yang dikembangkan bangsa Indonesia meliputi (Bahan Penataran, BP7 Pusat, 1996):
a) Ketahanan ideologi, adalah kondisi mental bangsa Indonesia yang berdasarkan keyakinan akan kebenaran ideologi Pancasila yang mengandung kemampuan untuk menggalang dan memelihara persatuan dan kesatuan nasional dan kemampuan untuk menangkal penetrasi ideologi asing serta nilai-nilai yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa.
b) Ketahanan politik, adalah kondisi kehidupan politik bangsa Indonesia yang berlandaskan demokrasi yang bertumpu pada pengembangan demokrasi Pancasila dan UUD 1945 yang mengandung kemampuan memelihara stabilitas politik yang sehat dan dinamis serta kemampuan menerapkan politik luar negeri yang bebas aktif.
c) Ketahanan ekonomi, adalah kondisi kehidupan perekonomian bangsa Indonesia yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945 yang mengandung kemampuan menerapkan stabilitas ekonomi yang sehat dan dinamis serta kemampuan menciptakan kemandirian ekonomi nasional dengan daya saing yang tinggi dan mewujudkan kemakmuran rakyat yang adil dan makmur. d) Ketahanan sosial budaya, adalah kondisi kehidupan sosial budaya bangsa Indonesia yang menjiwai kepribadian nasional yang berdasarkan Pancasila yang mengandung kemampuan membentuk dan mengembangkan kehidupan sosial budaya manusia dan masyarakat Indonesia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, hidup rukun, bersatu, cinta tanah air, berkualitas, maju dan sejahtera dalam kehidupan yang serba selaras, serasi dan seimbang serta kemampuan menangkal penetrasi budaya asing yang tidak sesuai dengan kebudayaan nasional.
e) Ketahanan pertahanan keamanan, adalah kondisi daya tangkal bangsa Indonesia yang dilandasi kesadaran bela negara seluruh rakyat yang mengandung kemampuan memelihara stabilitas pertahanan keamanan negara yang dinamis, mengamankan pembangunan dan hasilnya serta kemampuan mempertahankan kedaulatan Negara dan menangkal semua bentuk ancaman.
3) Ciri dan asas ketahanan nasional
Ketahanan nasional yang dikembangkan bangsa Indonesia bertumpu pada budaya yang dimiliki oleh bangsa Indonesia sehingga berbagai cirri ketahanan nasional yang dikembangkan tidak dapat dilepaskan dari tata kehidupan bangsa Indonesia (Suhady dan Sinaga, 2006).
a) Ciri Ketahanan Nasional
(1). Ketahanan nasional merupakan prasyarat utama bagi bangsa yang sedang membangun menuju bangsa yang maju dan mandiri dengan semangat tidak mengenal menyerah yang akan memberikan dorongan dan rangsangan untuk berbuat dalam mengatasi tantangan, hambatan dan gangguan yang timbul.
(2). Menuju mempertahankan kelangsungan hidup. Bangsa Indonesia yang baru membangun dirinya tidak lepas dari pencapaian tujuan yang dicitacitakan.
(3). Ketahanan nasional diwujudkan sebagai kondisi dinamis bangsa Indonesia yang berisi keuletan dan ketangguhan bangsa untuk mengembangkan kekuatan dengan menjadikan ciri mengembangkan ketahanan nasional berdasarkan rasa cinta tanah air, setia kepada perjuangan, ulet dalam usaha yang didasarkan pada ketaqwaan dan keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa, keuletan dan ketangguhan sesuai dengan perubahan yang dihadapi sebagai akibat dinamika perjuangan, baik dalam pergaulan antar bangsa maupun dalam rangka pembinaan persatuan dan kesatuan bangsa.
b) Asas Ketahanan Nasional
Pengembangan ketahanan nasional bangsa Indonesia didasari pada asasasas sebagai berikut:
(1). Kesejahteraan dan keamanan;
(2). Utuh menyeluruh terpadu;
(3). Kekeluargaan;
(4). Mawas diri;